Saturday, September 19, 2015

Belajar Hidup dari Serpihan Rumi - Budaya

Rimanews - "Senyum adalah paling indah setelah sedu sedan. Kilat, kemudian hujan tawa." "Kakimu kan terasa berat dan lelah. Lalu datang saat ketika kau rasakan sayap-sayap yang kau tumbuhkan, mengangkatmu." 

Sponsored
Inilah Peralatan Sekolah yang Bisa Dibeli dengan Dana BOS

Demikianlah beberapa potongan puisi penyair muslim Persia, Jalaluddin Rumi (1207-1273), yang dituangkan cendekiawan muslim Indonesia Dr. Haidar Bagir dalam buku "Belajar Hidup dari Rumi: Serpihan-Serpihan Puisi Penerang Jiwa". 

Haidar mengakui secara keseluruhan pemikiran Rumi yang tertuang dalam puisi-puisinya relatif sulit dipahami. Namun di balik kerumitan itu, puisi Rumi terasa dekat dan memiliki resonansi dengan kehidupan dan bisa menjadi sumber inspirasi yang mencerahkan pembacanya. 

"Saya pilih serpihan-serpihan Rumi yang orang bisa rasakan getarannya, yang lebih dekat dengan kesehariannya. Rasa gembira, sumpek, sepi, semua mengalami itu," ujar Haidar, seperti dilansir dari Antara, Minggu (20/9/2015)

Haidar hanya menghadirkan potongan-potongan puisi Rumi. Dia memilih dengan seksama potongan-potongan puisi Rumi yang mudah dipahami pembaca dan menuangkannya dalam buku bersampul merah setebal 292 halaman itu.

Menurut Haidar, bagi Rumi cinta merupakan upaya memahami dunia. "Cinta di sini bukan semata dalam bentuk fisik," tegas dia. 
 
Pembaca diajak menyadari hakikat kematian, dan mengingatkan soal Ketuhanan melalui cinta dengan potongan-potongan puisi Sang Sufi berikut. 

"Kangen sekali aku hingga kepada-Mu aku akan terbang lebih pesat dari burung. Tapi, bagaimana seorang burung dengan sayap terpotong bisa terbang?"

"Cinta memanggil, di mana saja, kapan saja. Kami segera berangkat ke langit. Akan ikutkah?" 

"Ketika cinta itu sendiri datang untuk menciummu, jangan kau tahan-tahan. Cinta adalah cahaya jiwa." 

Source:

http://ift.tt/1V2tzdX



The Late News from http://ift.tt/1c7kycx